http//www.manahilkhair.com

special for AiLL My son n Muhar my wife

Jumat, 12 April 2013

Fokus Program

penentuan topik program promkes PENDAHULUAN Promosi kesehatan pada hakekatnya adalah suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut maka masyarakat, individu atau kelompok dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan tersebut pada akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku. Dengan kata lain diharapkan dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku kesehatan dari sasaran. Dewasa ini, sejalan dengan perkembangan dan semakin kompleksnya masalah kesehatan, maka promosi kesehatan tidak hanya sekedar komunikasi dalam arti pertukaran informasi saja. Promosi kesehatan telah menjadi suatu proses yang melibatkan aktifitas dan perubahan berbagai unsur dalam masyarakat menuju status kesehatan yang optimal. Perencanaan promosi kesehatan adalah suatu proses diagnosis penyebab masalah, penetapan prioritas masalah dan alokasi sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan. Setelah melakukan analisis komunitas yang dilanjutkan dengan diagnosa komunitas, akan teridentifikasi masalah-masalah yang terjadi di dalam masyarakat. Sesaat sebelum menetapkan tujuan program, terlebih dahulu dilakukan penentuan fokus program. Sebagaimana halnya dengan tahapan lain dalam perencanaan program promosi, penentuan fokus program bukanlah pekerjaan yang mudah. Selain harus didahului oleh analisa yang tajam serta kejelian dalam melakukan diagnosa, penentuan fokus program juga tergantung pada beberapa aspek seperti ketersediaan sumber daya, potensi hambatan serta potensi keberhasilannya. Fokus program adalah proses penentuan titik sasaran yang akan diintervensi. Dalam proses ini diperlukan kecermatan dan penggunaan metode yang tepat untuk mengeliminasi kemungkinan-kemungkinan masalah lainnya yang dapat menjadi fokus program. Selain itu dilakukan perhitungan-perhitungan matematis terhadap ketersediaan sumber daya manusia, pembiayaan serta alokasi waktu yang harus disediakan. Juga harus dihitung kemungkinan besarnya dampak yang akan ditimbulkan jika perilaku baru yang kita tawarkan diadopsi oleh sasaran. PENENTUAN FOKUS PROGRAM Secara operasional, memilih fokus program berarti memilih sasaran kegiatan dari sekian banyak kemungkinan kegiatan yang dapat dilakukan. Pada tahapan ini pengetahuan, keterampilan serta kematangan dari seorang promotor kesehatan memerlukan pembuktian. Hal ini disebabkan karena kekeliruan dalam menentukan fokus program akan memberikan konsekuensi secara prospektif maupun retrospektif. Yang dimaksud konsekuensi prospektif adalah terjadinya kerugian material dan non-material akibat pelaksanaan program yang tidak tepat, dengan kata lain fokus program yang dipilih bukanlah program yang memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan. Sedangkan konsekuensi retrospektif adalah kerugian waktu dan sedikit kerugian materi akibat kesalahan menerjemahkan hasil analisis dan diagnosa masyarakat sebelumnya, padahal kunci keberhasilan pelaksanaan program promosi salah satunya adalah analisis dan diagnosis masyarakat. Menentukan fokus program dalam perspektif promosi kesehatan sebagai suatu proses, harus melibatkan berbagai unsur yang mempunyai keterkaitan langsung dengan kegiatan yang direncanakan. Perencana harus terdiri masyarakat, profesional kesehatan, promotor kesehatan serta stake holder yang berperan sebagai penentu kebijakan. Kelompok ini harus bekerja bersama-sama dalam proses perencanaan promosi kesehatan, sehingga dihasilkan program yang sesuai, efektif dalam biaya dan berkesinambungan dalam pelaksanaan. Pelibatan orang-orang terkait akan menciptakan rasa memiliki sehingga menimbulkan rasa tanggung jawab dan komitmen. Penentuan fokus program tidak hanya melibatkan orang, tapi juga melibatkan metode, teknik dan strategi. Berbagai ahli telah memperkenalkan teori-teori dan model-model yang dapat digunakan untuk membantu seorang perencana mengambil keputusan dalam penentuan fokus. Contoh kasus yang dipilih adalah masalah kesehatan yang terjadi di Kota Parepare. Proses penentuan fokus kegiatan mengikuti kaidah-kaidah analisis komunitas yang diakhiri dengan diagnosis komunitas. Hasil analisis yang didapatkan diterjemahkan secara spesifik untuk menemukan isu-isu utama dalam masyarakat. Isu-isu utama kemudian diverifikasi kepada stakeholder dan key informan yang bersifat independen. Pada contoh kasus yang diambil, tidak lagi dilakukan verifikasi lanjutan dalam bentuk ‘forum khusus’ karena hampir tidak ditemukan perbedaan berarti antara informasi kelompok target dengan informan kunci. Uraian masalah yang menjadi bahan analisis dapat dikemukakan secara ringkas sebagai berikut ini. Derajat kesehatan masyarakat berhubungan erat dengan kondisi pembangunan nasional khususnya pembangunan sosial ekonomi. Namun diharapkan ada perhatian khusus tentang penduduk yang rentan seperti ibu, anak, usia produktif dan lansia. Apalagi kondisi kesehatan di Indonesia saat ini masih memprihatinkan. Keprihatinan ini ditunjukkan oleh masih tingginya angka kematian ibu yaitu 390 dari 100.000 kelahiran hidup, ini lebih tinggi tiga sampai enam kali angka kematian ibu di negara-negara ASEAN. Sementara angka kematian bayi adalah 41 dari 1000 kelahiran hidup, ini lebih tinggi dari Singapura 4 dari 1000 kelahiran hidup dan Malaysia 12 dari 1000 kelahiran hidup. Sebagaimana halnya dengan sebagian besar daerah lain di Indonesia, di Kota Parepare kesehatan ibu dan anak masih menjadi fokus perhatian. Sekalipun angka kasusnya secara absolut kelihatan kecil, tapi dengan karakteristik daerah perkotaan yang dimiliki, luas wilayah yang tidak terlalu besar serta kepadatan komunitas yang tidak terlalu tinggi seharusnya masalah ini lebih mudah diatasi. Derajat kesehatan masyarakat berhubungan erat dengan kondisi pembangunan nasional khususnya pembangunan sosial ekonomi. Namun diharapkan ada perhatian khusus tentang penduduk yang rentan seperti ibu, anak, usia produktif dan lansia. Apalagi kondisi kesehatan di Indonesia saat ini masih memprihatinkan. Keprihatinan ini ditunjukkan oleh masih tingginya angka kematian ibu yaitu 390 dari 100.000 kelahiran hidup, ini lebih tinggi tiga sampai enam kali angka kematian ibu di negara-negara ASEAN. Sementara angka kematian bayi adalah 41 dari 1000 kelahiran hidup, ini lebih tinggi dari Singapura 4 dari 1000 kelahiran hidup dan Malaysia 12 dari 1000 kelahiran hidup. Luas wilayah Kota Parepare tercatat 99,33 Km2, meliputi 3 (tiga) kecamatan dan 21 kelurahan yaitu Kecamatan Bacukiki (9 Kelurahan), Kecamatan Soreang (7 Kelurahan) dan Kecamatan Ujung (5 Kelurahan). Diantara ketiga kecamatan tersebut Kecamatan Bacukiki merupakan kecamatan terluas dengan luas sekitar 79,90 KM2 atau sekitar 80,24% luas Kota Parepare. Pada tahun 2006 Jumlah penduduk Parepare berjumlah 118.266 jiwa. Jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari penduduk laki-laki yaitu 58.423 jiwa laki-laki dan 59.843 jiwa perempuan dengan proporsi jenis kelamin kurang dari 100. Balita (0 – 4 Tahun) dengan proporsi 9,6%. Kelompok usia produktif ( 15 – 59 Tahun ) dengan proporsi 61,8%, sisanya adanya kelompok usia lanjut ( > 60 tahun ) dengan Proporsi 6,7%. Pada umumnya penduduk di Kota Parepare bekerja pada sektor perdagangan (32.55%), sektor jasa (25.56%) sektor koperasi dan angkutan (15.87%) serta pertanian dan Nelayan (10.30%). Penduduk yang bekerja di bidang perdagangan, jasa dan nelayan terkonsentrasi di Kelurahan Lakessi, Kelurahan Labukkang, dan Kelurahan Ujung Sabbang sedangkan sektor pertanian terkonsentrasi di Kelurahan Watang Bacukiki, Kelurahan Lemoe, dan Kelurahan Lompoe. Jumlah Kepala keluarga sebanyak 23.267 dan sebanyak 4.909 (21,09%) merupakan keluarga miskin. Tersebar hampir merata di 3 kecamatan, dan yang terbanyak berada di wilayah kecamatan Bacukiki. Bila dibandingkan dengan data tahun 2004 dengan jumlah KK miskin 4.501, maka tampak adanya peningkatan jumlah keluarga miskin dalam 2 tahun terakhir sebesar 9.06% tentunya perlu perhatian yang lebih khusus guna memberikan jaminan pelayanan kesehatan bagi kelompok rawan tersebut. Secara lebih khusus, prosentase penduduk dengan KK miskin terbesar adalah dalam wilayah kerja Puskesmas Lompoe yaitu diatas 30%, yang meliputi Kelurahan Watang Bacukiki, Kelurahan Lemoe dan Kelurahan Lompoe. Berdasarkan data yang dilaporkan di Kota Parepare, Infant Mortality Rate (IMR) tahun 2005 adalah sebesar 11,56/1000 kelahiran hidup, sedangkan pada tahun 2006 terdapat 5 kematian bayi dari 2.513 kelahiran hidup, angka konversi IMR sebesar 2 per 1.000 kelahiran hidup, angka tersebut telah sangat rendah bila dibandingkan dengan IMR Nasional (Hasil Surkesnas 2001: 50/1.000 kelahiran hidup), namun demikian banyak kalangan praktisi dan pemerhati pelayanan kesehatan masyarakat di Kota Parepare meragukan angka tersebut. Hasil validasi dan koordinasi data telah memberikan kepastian angka, terkecuali bila ada kehilangan data lapangan. Jumlah kasus lahir mati yang cukup tinggi yakni 13.37 per seribu kelahiran, memerlukan perhatian karena kasus ini sebenarnya menggambarkan mutu dan kualitas layanan kesehatan. Angka kematian ibu (MMR) menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, serta pelayanan kesehatan waktu melahirkan dan masa nifas. Angka kematian ibu (MMR) untuk Kota Parepare tahun 2004 sebanyak 109/100.000 kelahiran hidup dan meningkat pada tahun 2005 sebanyak 115/100.000 kelahiran hidup. Sementara itu kematian ibu melahirkan di Kota parepare Tahun 2006 sebanyak 3 dari 2.542 kelahiran, hasil konversi MMR : 118/100.000 kelahiran hidup. Jumlah ini lebih tinggi bila dibandingkan tahun 2005 sebesar : 115/100.000 kelahiran hidup. Namun demikian data ini merupakan data berbasis sarana, sehingga dikhawatirkan adanya angka yang lebih besar di masyarakat yang tidak terlaporkan. Tidak terdapat perbedaan angka kematian ibu yang cukup berarti antara wilayah kecamatan. Kasus kematian ibu melahirkan terdapat di Puskesmas Cempae, Puskesmas Lapadde dan Puskesmas Lompoe. Angka kematian maternal banyak diragukan tingkat akurasi datanya lapangan, mengingat angka tersebut telah cukup rendah bila dibandingkan dengan angka nasional, sedangkan penampilan pelayanan kesehatan yang merujuk pada Indikator Proses (K4) belum sepenuhnya memuaskan.Sebagaimana halnya dengan sebagian besar daerah lain di Indonesia, di Kota Parepare kesehatan ibu dan anak masih menjadi fokus perhatian. Sekalipun angka kasusnya secara absolut kelihatan kecil, tapi dengan karakteristik daerah perkotaan yang dimiliki, luas wilayah yang tidak terlalu besar serta kepadatan komunitas yang tidak terlalu tinggi seharusnya masalah ini lebih mudah diatasi. Berdasarkan uraian hasil analisis di atas, masalah yang diidentifikasi adalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Masalah kesehatan ibu dan anak adalah masalah yang sangat kompleks. Di dalamnya tercakup masalah-masalah teknis yang sifatnya urgen dan membutuhkan penyelesaian secara tuntas. Masalah kesehatan ibu dan anak secara komprehensif dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Mulai dari konsistensi kunjungan K1, K4, antisipasi ibu terhadap komplikasi kehamilan, prosentase persalinan oleh tenaga kesehatan (persalinan nakes), sampai pada kebiasaan konsumsi makanan dan minuman ibu yang menentukan status gizi dan sebagainya. Berdasarkan analisis yang kontinyu diputuskan faktor yang menjadi fokus pada masalah komprehensif tersebut. Terlihat bahwa masih terjadi kematian ibu, bayi dan balita padahal persalinan nakes mencapai prosentase yang sangat tinggi dibanding angka rata-rata nasional. Prosentase ibu yang masih menggunakan jasa dukun terlihat sangat kecil serta sarana dan prasarana yang sudah sangat memadai. Melalui analisis secara lebih mendalam ditemukan kemungkinan bahwa yang masih menjadi masalah adalah kunjungan ibu hamil ke sarana kesehatan yang cakupannya masih rendah. Hal ini ditunjukkan oleh angka cakupan K4 yang belum mencapai target yang ditetapkan. Karena fokus program yang dipilih adalah peningkatan cakupan kunjungan ibu hamil ke sarana pelayanan kesehatan. Alasan memilih fokus program ini antara lain masih seringnya masyarakat mengabaikan kunjungan pemeriksaan kehamilan ke sarana pelayanan kesehatan. Ada kebiasaan dimana pada saat pemeriksaan pertama dan juga pada saat kelahiran melibatkan tenaga kesehatan, tapi kunjungan pemeriksaan K4 sering diabaikan bahkan pengawasan terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi kehamilan akibat aktifitas ibu dan rendahnya asupan gizi tidak menjadi perhatian utama ibu hamil. KELEMAHAN Pemilihan kunjungan K4 sebagai fokus program pada masalah kesehatan ibu dan anak (KIA) bukannya tidak mempunyai kelemahan. Sebagaimana lazimnya masyarakat yang masih kental dengan kepercayaan tradisional, biasanya pemeriksaan oleh tenaga kesehatan hanya dilakukan pada saat mengetahui kehamilan untuk pertama kalinya dan pada saat meminta pertolongan persalinan. Sementara pelibatan tenaga kesehatan pada sepanjang masa kehamilan sampai masa-masa akhir menjelang persalinan masih melibatkan upaya yang bersifat tradisional dengan anggapan merupakan upaya alternatif. Dalam hal ini promotor kesehatan masih terkendala oleh nilai-nilai tradisional yang dianut oleh masyarakat. ALTERNATIF SOLUSI Untuk mengatasi kelemahan di atas, yang perlu dilakukan oleh promotor kesehatan adalah pendekatan persuasif ke dalam kelompok masyarakat sasaran dengan menggunakan bantuan tokoh kunci (key person) yang bisa saja terdiri dari tokoh agama atau tokoh adat. Dapat juga dilakukan kerjasama dengan pihak terkait untuk melatih dukun untuk menjadi partner dari petugas kesehatan. Bahan Bacaan : 1.________ Definitions of Health Promotion, Centers For Diseases and Prevention – CDC Home. American Journal of Health Promotion. 2.________ Behavioral Change Theories and Models, Centers For Diseases and Prevention – CDC Home, American Journal of Health Promotion. 3.Notoatmodjo, Soekidjo dkk. Promosi Kesehatan – Teori dan Aplikasi, Rineka Cipta. Jakarta 2005 4.Wass, Andrea. Promoting Health- The Primary Health Care Approach. 2nd Ed. Elsevier Australia, 2003 5.Green, Lawrence & Kreuter, Marshall W, Health Promotion Planning, An Educational and Environtmental Approach, Second Edition, Mayfield Publishing Company. 1991